Pages

Rabu, 16 Desember 2015

HAND OUT RADIOAKTIVITAS
“PENAMPUNGAN LIMBAH NUKLIR”



Disusun oleh :
Kelompok 5

Shantie Pramitha Agyofannyngrum   (13030654042 / 2013)
Faiqotul Himmah                                (13030654049 / 2013)
Rizka Yuni Ratnasari                          (13030654056 / 2013)
Amanah Puspaningtyas                       (13030654064 / 2013)
Prasetyarini Mustikaratri                     (13030654071 / 2013)
M. Fahmi Ilmi                                     (13030654079 / 2013)



Universitas Negeri Surabaya
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prodi S-1 Pendidikan IPA
2015

2015 APAKAH INDONESIA SEHARUSNYA BERSEDIA MENJADI NEGARA YANG BERSEDIA MENAMPUNG LIMBAH NUKLIR???
Ya setuju, karena di Indonesia sendiri sudah dapat mengolah limbah nuklir sendiri, jadi kenapa tidak jika indonesia menampung limbah nuklir. Limbah nuklir sendiri juga bisa digunakan atau diolah kembali sebagai sumber energi baru (PLTN) dan untuk pembuatan senjata nuklir. Di negara-negara maju lainnya limbah nuklir dibuat untuk PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) dan untuk pembuatan senjata nuklir dari limbah nuklir tersebut kita bisa membuat senjata-senjata nuklir yang dapat di ekspor ke negara lainnya sehingga dapat menambah devisa negara.

APAKAH LIMBAH NUKLIR TIDAK BERBAHAYA?
Karena limbah memancarkan radiasi, maka apabila tidak diisolasi dari masyarakat dan lingkungan maka radiasi limbah tersebut dapat mengenai manusia dan lingkungan. Misalnya, limbah radioaktif yang tidak dikelola dengan baik meskipun telah disimpan secara permanen di dalam tanah, radionuklidanya dapat terlepas ke air tanah dan melalui jalur air tanah tersebut dapat sampai ke manusia. Oleh karena itu limbah nuklir harus diolah dengan baik sesuai dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF yang mengatur tentang pengolahan limbah nuklir dengan baik. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Selanjutnya, melalui Keputusan Presiden Nomor 197 tahun 1998, nama Badan Tenaga Atom Nasional diubah menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi di Indonesia yang melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. BATAN memiliki satu Pusat yang khusus bertugas dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Bagi industri atau rumah sakit yang menghasilkan limbah radioaktif dapat mengirim limbahnya ke PTLR. Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Dari hal tersebut tidak diragukan lagi apabila Indonesia menjadi penampung limbah, karena untuk pengelolahan limbah nuklir sendiri sudah ada yang mengawasi dan menangani serta mengelolah limbah nuklir, yang dimana dalam BATAN, PTLR ataupun BAPETEN memiliki Sumber Daya Manusia yang ahli dalam mengelola limbah nuklir. Jika sudah ada Badan pengawas, pengelola, serta SDA yang ahli dan Undang-undang yang mendasari dalam mengelola limbah jadi indonesia dapat menjadi penampung Limbah Nuklir.

BAGAIMANA NASIB AKHIR DARI LIMBAH RADIOAKTIF
Salah satu prinsip utama pengelolaan limbah radioaktif adalah, limbah radioaktif tidak boleh menjadi beban bagi generasi mendatang atau undue burden for the next generation.  Sebagian besar limbah radioaktif yang tersimpan di PTLR mempunyai umur yang pendek sehingga diharapkan untuk waktu yang tidak terlalu lama menjadi bahan yang tidak radioaktif, hanya sebagian kecil saja mempunyai usia yang panjang dari puluhan sampai ribuan tahun.  Untuk limbah usia panjang ini, PTLR telah mengembangkan teknologi penyimpanan akhir, yaitu penyimpanan limbah di kedalaman tertentu di bawah tanah.  Teknologi penyimpanan akhir ini mirip dengan yang sudah diaplikasikan di banyak negara maju, dan terbukti aman sampai saat ini dan diperhitungkan tidak membahayakan generasi mendatang baik menggunakan model komputasi maupun analogi kejadian alam.
Pada tahun 1972 seorang ilmuwan menemukan limbah nuklir di daerah pertambangan oklo, Afrika, setelah dilakukan penelitian ilmuwan tersebut menyimpulkan bahwa di daerah tersebut pernah terjadi reaktor nuklir alami. Limbah nuklir tersebut meskipun dalam waktu yang lama namun letaknya tetap didalam tanah. Limbah nuklir itu tersimpan dibawah batuan granit, sandstone dan tanah liat, dari penemuan inilah sekarang tempat isolasi limbah nuklir dikembangkan.

DIMANA LETAK YANG BAIK UNTUK LIMBAH NUKLIR?
Sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yaitu tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan). Selain itu juga penempatan harus pada wilayah yang curah hujannya tidak terlalu tinggi dan tidak pada daerah-daerah dataran tinggi. Tempat yang sudah dijadikan sebagai temapat penampungan limbah yaitu di Serpong, Tangerang, Jawa Barat (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - Badan Tenaga Nuklir Nasional, Gedung 50  Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 15310, Telp. (021) 7563142 , Fax. (021)7560927 email: adminplr@batan.go.id).

APAKAH LIMBAH RADIOAKTIF TIDAK MERUGIKAN BAGI KESEHATAN MANUSIA ATAU LINGKUNGAN BAIK SEKARANG MAUPUN YANG AKAN DATANG?
Pengelolaan limbah radioaktif yang tak sesuai dapat menghasilkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang. Mengingat bahwa tujuan pengelolaan limbah radioaktif adalah menangani limbah radioaktif dengan suatu cara sehingga melindungi kesehatan manusia dan lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang tanpa membebani masalah bagi generasi yang akan datang. Oleh karena itu, perlu dijalankan prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif sehingga memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan pengelolaan limbah radioaktif. Berikut ini prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif:
Prinsip 1:  Perlindungan Kesehatan Manusia
Limbah Radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga diperoleh level yang dapat diterima oleh kesehatan manusia. 
Persyaratan proteksi radiasi secara nasional ditetapkan dengan tujuan lebih luas daripada hanya pengelolaan limbah radioaktif.  Untuk menetapkan tingkat/level yang dapat diterima dalam rangka proteksi,  maka harus diperhatikan rekomendasi International Commission  on Radiological Protection (ICRP) dan IAEA, dan terutama adalah konsep pembenaran (justifikasi), optimisasi dan batasan dosis.  Relevansi konsep-konsep ini tergantung pada jenis aktivitas pengelolaan limbah radioaktif.
Prinsip 2:  Proteksi Lingkungan
Limbah radioaktif harus dikelola dengan suatu cara sehingga menghasilkan suatu tingkatan/ level yang dapat diterima untuk melindungi lingkungan.
Pengelolaan limbah radioaktif yang aman  meliputi pula kegiatan pelepasan limbah dari berbagai langkah-langkah pengelolaan limbah  dengan cara yang dapat diterapkan secara minimum.  Pendekatan yang lebih baik dalam pengelolaan limbah radioaktif adalah pemekatan dan pewadahan  radionuklida, daripada pengenceran dan dispersi ke lingkungan.   Namun demikian, sebagai  bagian dari pengelolaan limbah radioaktif, bahan radioaktif kemungkinan dilepas dibawah kendali suatu batasan yang ditetapkan oleh pemerintah  ke udara, air dan tanah,  dan juga melalui penggunaan kembali bahan-bahan tersebut.  Harus didefinisikan pengukuran keselamatan dan kendali yang sesuai.
Prinsip 3: Proteksi melewati batas Negara
Limbah radioaktif harus dikelola untuk meyakinkan bahwa kemungkinan dampak yang diterima oleh manusia dan lingkungan melewati negara yang bersangkutan diperhitungkan.
Prinsip-prinsip ini diperoleh dari pertimbangan etika mengenai kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara lain.  Ini berdasar pada pemikiran bahwa suatu negara mempunyai kewajiban dalam tanggung jawab, sebagai syarat minimum, tidak boleh membebankan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara lain melebihi batas yang diterima yang telah ditetapkan oleh negara yang bersangkutan.  Untuk memenuhi kewajiban tersebut, sebuah negara harus mempertimbangkan rekomendasi organisasi  internasional seperti ICRP dan IAEA terutama untuk konsep optimisasi proteksi radiasi.
Prinsip 4: Proteksi untuk generasi yang akan datang
Limbah radioaktif harus dikelola sehingga dampak yang diprediksi untuk generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada tingkat berdampak yang bisa diterima hari ini. 
Prinsip ini berasal dari  tanggung jawab etika dalam  rangka kesehatan generasi yang akan datang.  Untuk menetapkan tingkatan atau level yang dapat diterima dalam proteksi, maka rekomendasi paling mutakhir dari organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA harus dipetimbangkan.
Prinsip 5: Beban bagi generasi yang akan datang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak membebani generasi yang akan datang.
Pertimbangan terhadap generasi yang  akan datang merupakan dasar yang sangat penting dalam pengelolaan limbah radioaktif.  Prinsip ini berdasar pada pertimbangan etika dimana  generasi yang memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari suatu kegiatan harus menanggung beban tanggungjawab untuk mengelola limbah yang ditimbulkannya.  Sangat penting  memperhatikan berkesinambungnya kendali institusi, bila diperlukan, untuk fasilitas pembuangan akhir.
Prinsip 6:  Kerangka kerja legalitas nasional
Limbah radioaktif harus dikelola dibawah kerangka kerja legalitas nasional termasuk pemisahan tanggung jawab yang jelas serta dibentuknya fungsi pengaturan yang mandiri.
Negara-negara penghasil radionuklida atau pengguna radionuklida harus mengembangkan kerangka kerja legal nasional dengan mengadakan undang-undang, peraturan dan pedoman untuk pengelolaan limbah radioaktif, dengan mempertimbangkan strategi keseluruhan pengelolaan limbah radioaktif. Tanggungjawab masing-masing pihak terkait  harus jelas dalam aktivitas pengelolaan limbah radioaktif dalam suatu negara.
Prinisp 7: Kendali terhadap timbulnya limbah radioaktif
Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin.
Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin, dalam arti aktivitas dan volume, dengan melakukan desain, operasi serta dekomisioningan sebaik-baiknya.  Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemilihan dan kendali bahan, penggunaan kembali atau daur ulang bahan-bahan, serta pelaksanaan operasi harus sesuai prosedur.  Harus ditekankan mengenai pemisahan limbah dan material sesuai dengan jenisnya untuk mereduksi volume limbah radioaktif serta memudahkan pengelolaannya.
Prinsip 8:  Timbulnya limbah dan saling ketergantungan dalam pengelolaan
Harus dipertimbangkan saling ketergantungan diantara langkah-langkah pada saat timbulnya maupun saat pengelolaan limbah radioaktif.
Tahapan-tahapan dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif, tergantung dari jenis limbahnya, adalah pra-olah, pengolahan, conditioning, penyimpanan dan pembuangan akhir (disposal).  Terdapat saling ketergantungan diantara tahapan-tahapan tersebut.  Suatu keputusan dalam  satu tahap pengelolaan limbah radioaktif
Prinsip 9: Keselamatan fasilitas
Keselamatan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif harus dijamin sebaik-baiknya selama waktu hidup fasilitas tersebut.
Selama pencarian lokasi, desain, pembangunan,  commissioning, operasi, dan dekomisioning fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan, maka prioritas harus diberikan pada keselamatan termasuk pencegahan kecelakaan, dan minimalisasi dampak kecelakaan apabila hal  itu terjadi.  Seluruh proses tersebut merupakan isu public (bagian dari topik di masyarakat).

MAMPUKAH KITA MENGELOLA LIMBAH RADIOAKTIF ?
Ketika masyarakat umum menemukan kata ”radioaktif” maka yang muncul di dalam benak adalah bom nuklir Hiroshima-Nagasaki, kecelakaan reaktor Chernobyl, atau bahkan khayalan dalam film science fiction tentang pengaruh radiasi yang merubah manusia menjadi makhluk berbeda yang menyeramkan.  Fakta bom nuklir atau kecelakaan Chernobyl memang benar adanya, namun lebih dari itu Aplikasi Nuklir dan Radiasi bagi kesejahteraan umat manusia terus berkembang dan tidak pernah berhenti sejak lebih 1 abad lalu.  Sedangkan kata ”limbah” atau sampah di masyarakat Indonesia dicitrakan sebagai sesuatu yang berbau busuk, tidak enak dilihat, tak terkelola dan selalu menimbulkan masalah. Apakah hal itu terjadi pula pada limbah radioaktif di Indonesia?
 Kita mulai dari sejarah pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia.  Penggunaan zat radioaktif di negeri kita dimulai pada era akhir tahun 50an, yaitu pemanfaatan sumber radiasi untuk industri dan rumah sakit.  Pemanfaatan di industri antara lain untuk kendali ketebalan, kerapatan produk, menentukan tinggi permukaan cairan dalam suatu wadah terutup dan banyak lagi.  Pemanfaatan di Rumah Sakit antara lain untuk diagnosis dan radiotherapy.  Selain itu tentu saja laboratorium di BATAN juga memanfaatkan zat radioaktif dalam dalam eksperimennya.  Sampai saat ini terdapat lebih dari 300 perusahaan atau institusi yang terdaftar sebagai pengguna zat radioaktif.  Pertanyaan kemudian adalah, akan dibawa kemana dan diapakan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi?  Jawabnya adalah dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif dan mengalami proses yang dinamakan pengelolaan limbah radioaktif. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran maka  tugas pengelolaan limbah radioaktif adalah tanggung jawab BATAN, dan dalam hal ini dilaksanakan oleh  Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR).  Jadi Pusat ini merupakan satu-satunya institusi di Indonesia yang wajib mengelola limbah radioaktif.  PTLR berdiri sejak tahun 1988 berlokasi di kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang sekitar 30 km dari Jakarta, dan telah mengelola limbah radioaktif dari kegiatan reaktor riset dan fasilitas serta  industri dan rumah sakit.  Limbah radioaktif yang berasal dari era sebelum 1988 tersimpan pula di pusat ini.  Karena sifat radioaktif yang tidak dapat dimusnahkan maka limbah radioaktif diproses dengan prinsip-prinsip: diisolasi radiasinya dari pekerja, masyarakat dan lingkungan, bila memungkinkan dikurangi volumenya (misalnya limbah cair dengan proses penguapan, limbah padat  dimampatkan) sehingga volume total limbah yang dikelola selama ini di PTLR relatif kecil, dan dipadatkan serta diwadahi untuk jangka waktu yang lama.  Selama 50 tahun pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia, saat ini tersimpan sekitar 900 ton limbah di PTLR, bandingkan misalnya dengan sampah perkotaan DKI Jakarta 6000 ton perhari atau limbah industri konvensional yang dalam beberapa kasus mempunyai volume besar dan tidak dikelola.

Penulis : Prof. Dr. Djarot Sulistio Wisnubroto
Pada saat ini menjabat sebagai Kepala BATAN 

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH NUKLIR (RADIOAKTIF)
Kegiatan nuklir di Indonesia sudah dimulai sejak 1965 melalui pengoperasian reactor training research and isotope production by general atomic (Triga) di Pusat Penelitian Teknik Nuklir (PPTN) Bandung. Yang menjadi permasalahan adalah limbah nuklir dari kegiatan tersebut. Pro kontra itu berpeluang diminimalisasi bila pengelolaan limbah nuklir dilakukan secara benar. Tujuan akhir adalah melindungi lingkungan dan masyarakat dari potensi dampak radiologi limbah radioaktif, salah satunya adalah melalui operasi teknik kimia. Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk meminimalkan dosis radiasi yang diterima penduduk < 0,1 dosis radiasi maksimum. Batasan dosis radiasi dari ICRP (International Commission for Radiation Protection) adalah semua penduduk tidak akan menerima dosis rata-rata 1 rem perorang dalam 30 tahun dari sampah nuklir.
Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif :
1.    Pengelolaan bertujuan untuk memudahkan dalam penanganan selanjutnya. Limbah nuklir dipekatkan dan dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam wadah khusus untuk selanjutnya disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau tinggi
2.    Penyimpanan sementara dan pembuangan atau penyimpanan akhir/lestari. Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan meluruh dalam tempat penyimpanan khusus sampai aktivitasnya sama dengan aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif bila dipakai untuk pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah dan berwaktu paruh pendek.
3.    Pengawasan pembuangan dan monitoring lingkungan. Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke lingkungan. Cara ini efektif dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas beraktivitas rendah.
PRA OLAH
Pra olah adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pengolahan agar limbah memenuhi syarat untuk dikelola pada kegiatan pengelolaan berikutnya.
1.      Pengelompokan sesuai dengan jenis dan sifatnya.
2.      Preparasi dan analisis terhadap sifat kimia, fisika, dan serta kandungan radiokimia
3.      Menyiapkan wadah drum, plastik, lembar identifikasi dan sarana lain yang diperlukan
4.      Pewadahan dalam drum 60, 100, 200 liter atau tempat yang sesuai
5.      Pengepakan untuk memudahkan pengangkutan dan pengolahan
6.      Pengukuran dosis paparan radiasi
7.      Pemberian label identifikasi dan pengisian lembar formulir isian
8.      Pengeluaran dari hotcell
9.      Penempatan dalam kanister sehingga memenuhi kriteria keselamatan pengangkutan.

SARANA DAN PRASARANA YANG DIPAKAI DALAM KEGIATAN PRAOLAH
1.      Drum 60 liter/100 liter
2.      Plastik pelapis bagian dalam drum
3.      Lembar identifikasi dan lembar isian
4.      Alat monitor radiasi
5.      Alat pengepakan
6.      Kanister
7.      Sarana keselamatan kerja

PENGOLAHAN
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat. Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudah tidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).

Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang Pemancar Beta dan Gamma
Pengolahan Limbah Radioaktif dengan PENUKAR ION (Ion Exchanger)
Faktor penting yang diperhatikan dalam pemilihan teknologi penukar ion antara lain :
1.    Karekteristik limbah:Kandungan padatan terlarut tidak melebihi 4 mg/L, kandungan garam kurang dari 2 g/L, radionuklida hadir dalam bentuk ion, mengandung sedikit kontaminan organik, dan mengandung sedikit senyawa pengoksidasi kuat.
2.    Pemilihan penukar ion dan proses pengolahan: Penukar ion harus memiliki kecocokan dengan karakteristik limbah (pH dan ion) selain temperatur dan tekanan.

DEFINISI PENTING
1.    Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.
2.    Pengangkutan limbah radioaktif adalah pemindahan limbah radioaktif dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara.
3.    Pengiriman adalah suatu proses yang meliputi persiapan teknis dan administrasi yang dilakukan oleh penimbul limbah, diikuti dengan pengangkutan hingga diterima oleh PTLR.
4.    Pengangkut adalah orang atau badan yang melakukan pengangkutan limbah radioaktif.
5.    Bungkusan adalah pembungkus dengan isi limbah radioaktif didalamnya, yang disiapkan untuk diangkut.
6.    Pengirim adalah orang atau badan yang menyiapkan pengiriman untuk pengangkutan limbah radioaktif dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan;
7.    Penerima adalah PTLR yang menerima limbah radioaktif dari Pengirim dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan.
8.    Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi, dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.
9.    Badan Pengawas adalah BAPETEN yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.

KESIMPULAN
Dilihat dari kesiapan Negara Indonesia untuk mengolah limbah nuklir (Zat-zat Radioaktifitas yang masih aktif) dan sudah tersedianya wilayah yang digunakan untuk pengolahan limbah, maka sudah tidak ada lagi alasan ketidaksiapan Indonesia untuk tidak mengolah limbah nuklir. Dengan kebijakan Indonesia bersedia menampung limbah nuklir maka banyak manfaat yang diperoleh Indonesia, diantaranya anggaran dana subsidi yang digunakan Indonesia untuk pengolahan limbah zat Radioaktifitas di Indonesia maka akan dapat diperkecil karena akan mendapatkan dana dari Negara yang mengolah limbah nuklir di Indonesa. Sehingga subsidi yang seharusnya di gunakan akan dapat dilimpahkan ke masyarakat kecil yang lebih membutuhkan. Selain itu juga dengan pengolahan libah nuklir ini maka jika di Indonesia banyak energy yang tidak dapat diperbaharui akan habis maka energy dari limbah nuklir ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energy yang terbaru. Di Indonesia belum tercatat terdapat kebocoran dari pengolahan limbah zat-zat radioaktifitas ini jadi sudah dipastikan tenaga ahli di Indonesia sudah mampu untuk mengolah limbah nuklir ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Tanya Jawab (Online). (http://www.batan.go.id/Tanya-Jawab-_-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.html, diakses 18 Mei 2015).

Anonim. 2014. Alam Mengajarkan Cara Mengelola Limbah Radioaktif (Online). (http://www.batan.go.id/Alam-Mengajarkan-Cara-Mengelola-Limbah-Radioaktif-_-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.html, diakses 18 Mei 2015).

Anonim. 2014. Mampukah Kita Mengelola Limbah Radioaktif ? (Online). (http://www.batan.go.id/Mampukah-Kita-Mengelola-Limbah-Radioaktif-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.htm, diakses 18 Mei 2015).

Anonim. 2014. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR-BATAN) (Online). (http://www.batan.go.id/Badan-Tenaga-Nuklir-Nasional-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif-PTLR-BATAN.htm, diakses 18 Mei 2015).

Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar