HAND OUT RADIOAKTIVITAS
“PENAMPUNGAN
LIMBAH NUKLIR”
Disusun
oleh :
Kelompok
5
Shantie Pramitha Agyofannyngrum (13030654042 / 2013)
Faiqotul
Himmah
(13030654049 / 2013)
Rizka
Yuni Ratnasari (13030654056 / 2013)
Amanah Puspaningtyas (13030654064 / 2013)
Prasetyarini Mustikaratri (13030654071 / 2013)
M.
Fahmi Ilmi (13030654079 / 2013)
Universitas Negeri Surabaya
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prodi S-1
Pendidikan
IPA
2015
2015 APAKAH INDONESIA SEHARUSNYA
BERSEDIA MENJADI NEGARA YANG BERSEDIA MENAMPUNG LIMBAH NUKLIR???
Ya setuju, karena di Indonesia sendiri
sudah dapat mengolah limbah nuklir sendiri, jadi kenapa tidak jika indonesia
menampung limbah nuklir. Limbah nuklir sendiri juga bisa digunakan atau diolah
kembali sebagai sumber energi baru (PLTN) dan untuk pembuatan senjata nuklir.
Di negara-negara maju lainnya limbah nuklir dibuat untuk PLTN (Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir) dan untuk pembuatan senjata nuklir dari limbah nuklir
tersebut kita bisa membuat senjata-senjata nuklir yang dapat di ekspor ke
negara lainnya sehingga dapat menambah devisa negara.
APAKAH
LIMBAH NUKLIR TIDAK BERBAHAYA?
Karena limbah memancarkan radiasi, maka apabila
tidak diisolasi dari masyarakat dan lingkungan maka radiasi limbah tersebut
dapat mengenai manusia dan lingkungan. Misalnya, limbah radioaktif yang tidak
dikelola dengan baik meskipun telah disimpan secara permanen di dalam tanah,
radionuklidanya dapat terlepas ke air tanah dan melalui jalur air tanah
tersebut dapat sampai ke manusia. Oleh karena itu limbah nuklir harus diolah
dengan baik sesuai dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
yang mengatur tentang pengolahan limbah nuklir dengan baik.
Pengelolaan limbah radioaktif
dilaksanakan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Selanjutnya, melalui Keputusan Presiden Nomor 197 tahun
1998, nama Badan Tenaga Atom Nasional diubah menjadi Badan Tenaga Nuklir
Nasional. BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi
di Indonesia yang melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. BATAN memiliki
satu Pusat yang khusus bertugas dalam pengelolaan limbah radioaktif yaitu Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Bagi industri atau rumah sakit yang
menghasilkan limbah radioaktif dapat mengirim limbahnya ke PTLR. Pengelolaan
limbah radioaktif di Indonesia diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (BAPETEN). Dari hal tersebut tidak diragukan lagi apabila
Indonesia menjadi penampung limbah, karena untuk pengelolahan limbah nuklir
sendiri sudah ada yang mengawasi dan menangani serta mengelolah limbah nuklir,
yang dimana dalam BATAN, PTLR ataupun BAPETEN memiliki Sumber Daya Manusia yang
ahli dalam mengelola limbah nuklir. Jika sudah ada Badan pengawas, pengelola,
serta SDA yang ahli dan Undang-undang yang mendasari dalam mengelola limbah
jadi indonesia dapat menjadi penampung Limbah Nuklir.
BAGAIMANA NASIB AKHIR DARI LIMBAH RADIOAKTIF?
Salah satu prinsip
utama pengelolaan limbah radioaktif adalah, limbah radioaktif tidak boleh
menjadi beban bagi generasi mendatang atau undue burden for the next generation.
Sebagian besar limbah radioaktif yang tersimpan di PTLR mempunyai umur yang
pendek sehingga diharapkan untuk waktu yang tidak terlalu lama menjadi bahan
yang tidak radioaktif, hanya sebagian kecil saja mempunyai usia yang panjang
dari puluhan sampai ribuan tahun. Untuk limbah usia panjang ini, PTLR
telah mengembangkan teknologi penyimpanan akhir, yaitu penyimpanan limbah di
kedalaman tertentu di bawah tanah. Teknologi penyimpanan akhir ini mirip
dengan yang sudah diaplikasikan di banyak negara maju, dan terbukti aman sampai
saat ini dan diperhitungkan tidak membahayakan generasi mendatang baik
menggunakan model komputasi maupun analogi kejadian alam.
Pada tahun 1972 seorang
ilmuwan menemukan limbah nuklir di daerah pertambangan oklo, Afrika, setelah
dilakukan penelitian ilmuwan tersebut menyimpulkan bahwa di daerah tersebut
pernah terjadi reaktor nuklir alami. Limbah nuklir tersebut meskipun dalam
waktu yang lama namun letaknya tetap didalam tanah. Limbah nuklir itu tersimpan
dibawah batuan granit, sandstone dan tanah liat, dari penemuan inilah sekarang
tempat isolasi limbah nuklir dikembangkan.
DIMANA LETAK YANG BAIK UNTUK LIMBAH NUKLIR?
Sampah
nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas yaitu tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau
dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan). Selain itu juga penempatan harus pada
wilayah yang curah hujannya tidak terlalu tinggi dan tidak pada daerah-daerah
dataran tinggi. Tempat yang sudah dijadikan sebagai temapat penampungan limbah
yaitu di Serpong, Tangerang, Jawa Barat (Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
- Badan Tenaga Nuklir Nasional, Gedung
50 Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 15310, Telp.
(021) 7563142 , Fax. (021)7560927 email: adminplr@batan.go.id).
APAKAH LIMBAH RADIOAKTIF
TIDAK MERUGIKAN BAGI KESEHATAN MANUSIA ATAU LINGKUNGAN BAIK SEKARANG MAUPUN
YANG AKAN DATANG?
Pengelolaan limbah radioaktif yang tak sesuai dapat
menghasilkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan baik
sekarang maupun yang akan datang. Mengingat bahwa tujuan pengelolaan limbah
radioaktif adalah menangani limbah radioaktif dengan suatu cara sehingga
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan untuk generasi sekarang dan yang
akan datang tanpa membebani masalah bagi generasi yang akan datang. Oleh karena
itu, perlu dijalankan prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif sehingga memberikan
kontribusi untuk mencapai tujuan pengelolaan limbah radioaktif. Berikut ini prinsip-prinsip
pengelolaan limbah radioaktif:
Prinsip 1: Perlindungan Kesehatan Manusia
Limbah Radioaktif harus dikelola sedemikian rupa
sehingga diperoleh level yang dapat diterima oleh kesehatan manusia.
Persyaratan proteksi radiasi secara nasional ditetapkan
dengan tujuan lebih luas daripada hanya pengelolaan limbah radioaktif. Untuk menetapkan tingkat/level yang dapat
diterima dalam rangka proteksi, maka harus
diperhatikan rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) dan IAEA,
dan terutama adalah konsep pembenaran (justifikasi), optimisasi dan batasan
dosis. Relevansi konsep-konsep ini
tergantung pada jenis aktivitas pengelolaan limbah radioaktif.
Prinsip 2: Proteksi Lingkungan
Limbah radioaktif harus dikelola dengan suatu cara
sehingga menghasilkan suatu tingkatan/ level yang dapat diterima untuk
melindungi lingkungan.
Pengelolaan limbah radioaktif yang aman meliputi pula kegiatan pelepasan limbah dari
berbagai langkah-langkah pengelolaan limbah
dengan cara yang dapat diterapkan secara minimum. Pendekatan yang lebih baik dalam pengelolaan
limbah radioaktif adalah pemekatan dan pewadahan radionuklida, daripada pengenceran dan dispersi
ke lingkungan. Namun demikian,
sebagai bagian dari pengelolaan limbah radioaktif,
bahan radioaktif kemungkinan dilepas dibawah kendali suatu batasan yang ditetapkan
oleh pemerintah ke udara, air dan tanah, dan juga melalui penggunaan kembali
bahan-bahan tersebut. Harus didefinisikan
pengukuran keselamatan dan kendali yang sesuai.
Prinsip 3: Proteksi
melewati batas Negara
Limbah radioaktif harus dikelola untuk meyakinkan
bahwa kemungkinan dampak yang diterima oleh manusia dan lingkungan melewati
negara yang bersangkutan diperhitungkan.
Prinsip-prinsip ini diperoleh dari pertimbangan etika
mengenai kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara lain. Ini berdasar pada pemikiran bahwa suatu
negara mempunyai kewajiban dalam tanggung jawab, sebagai syarat minimum, tidak
boleh membebankan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara
lain melebihi batas yang diterima yang telah ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, sebuah
negara harus mempertimbangkan rekomendasi organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA terutama
untuk konsep optimisasi proteksi radiasi.
Prinsip 4: Proteksi untuk
generasi yang akan datang
Limbah radioaktif harus dikelola sehingga dampak yang
diprediksi untuk generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada tingkat
berdampak yang bisa diterima hari ini.
Prinsip ini berasal dari tanggung jawab etika dalam rangka kesehatan generasi yang akan
datang. Untuk menetapkan tingkatan atau
level yang dapat diterima dalam proteksi, maka rekomendasi paling mutakhir dari
organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA harus dipetimbangkan.
Prinsip 5: Beban bagi
generasi yang akan datang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa
sehingga tidak membebani generasi yang akan datang.
Pertimbangan terhadap generasi yang akan datang merupakan dasar yang sangat
penting dalam pengelolaan limbah radioaktif.
Prinsip ini berdasar pada pertimbangan etika dimana generasi yang memanfaatkan dan mendapat
keuntungan dari suatu kegiatan harus menanggung beban tanggungjawab untuk
mengelola limbah yang ditimbulkannya.
Sangat penting memperhatikan
berkesinambungnya kendali institusi, bila diperlukan, untuk fasilitas
pembuangan akhir.
Prinsip 6: Kerangka kerja legalitas nasional
Limbah radioaktif harus dikelola dibawah kerangka
kerja legalitas nasional termasuk pemisahan tanggung jawab yang jelas serta
dibentuknya fungsi pengaturan yang mandiri.
Negara-negara penghasil radionuklida atau pengguna
radionuklida harus mengembangkan kerangka kerja legal nasional dengan mengadakan
undang-undang, peraturan dan pedoman untuk pengelolaan limbah radioaktif,
dengan mempertimbangkan strategi keseluruhan pengelolaan limbah radioaktif. Tanggungjawab
masing-masing pihak terkait harus jelas
dalam aktivitas pengelolaan limbah radioaktif dalam suatu negara.
Prinisp 7: Kendali
terhadap timbulnya limbah radioaktif
Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal
mungkin.
Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal
mungkin, dalam arti aktivitas dan volume, dengan melakukan desain, operasi
serta dekomisioningan sebaik-baiknya.
Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemilihan dan kendali bahan, penggunaan
kembali atau daur ulang bahan-bahan, serta pelaksanaan operasi harus sesuai
prosedur. Harus ditekankan mengenai
pemisahan limbah dan material sesuai dengan jenisnya untuk mereduksi volume
limbah radioaktif serta memudahkan pengelolaannya.
Prinsip 8: Timbulnya limbah dan saling ketergantungan
dalam pengelolaan
Harus dipertimbangkan saling ketergantungan diantara
langkah-langkah pada saat timbulnya maupun saat pengelolaan limbah radioaktif.
Tahapan-tahapan dasar dalam pengelolaan limbah
radioaktif, tergantung dari jenis limbahnya, adalah pra-olah, pengolahan,
conditioning, penyimpanan dan pembuangan akhir (disposal). Terdapat saling ketergantungan diantara
tahapan-tahapan tersebut. Suatu
keputusan dalam satu tahap pengelolaan
limbah radioaktif
Prinsip 9: Keselamatan
fasilitas
Keselamatan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif
harus dijamin sebaik-baiknya selama waktu hidup fasilitas tersebut.
Selama pencarian lokasi, desain, pembangunan, commissioning, operasi, dan dekomisioning
fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan, maka prioritas harus diberikan
pada keselamatan termasuk pencegahan kecelakaan, dan minimalisasi dampak
kecelakaan apabila hal itu terjadi. Seluruh proses tersebut merupakan isu public
(bagian dari topik di masyarakat).
MAMPUKAH KITA MENGELOLA LIMBAH
RADIOAKTIF ?
Ketika
masyarakat umum menemukan kata ”radioaktif” maka yang muncul di dalam benak
adalah bom nuklir Hiroshima-Nagasaki, kecelakaan reaktor Chernobyl, atau bahkan
khayalan dalam film science fiction tentang pengaruh radiasi yang merubah
manusia menjadi makhluk berbeda yang menyeramkan. Fakta bom nuklir atau
kecelakaan Chernobyl memang benar adanya, namun lebih dari itu Aplikasi Nuklir
dan Radiasi bagi kesejahteraan umat manusia terus berkembang dan tidak pernah
berhenti sejak lebih 1 abad lalu. Sedangkan kata ”limbah” atau sampah di
masyarakat Indonesia dicitrakan sebagai sesuatu yang berbau busuk, tidak enak
dilihat, tak terkelola dan selalu menimbulkan masalah. Apakah hal itu terjadi
pula pada limbah radioaktif di Indonesia?
Kita
mulai dari sejarah pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia. Penggunaan
zat radioaktif di negeri kita dimulai pada era akhir tahun 50an, yaitu
pemanfaatan sumber radiasi untuk industri dan rumah sakit. Pemanfaatan di
industri antara lain untuk kendali ketebalan, kerapatan produk, menentukan
tinggi permukaan cairan dalam suatu wadah terutup dan banyak lagi.
Pemanfaatan di Rumah Sakit antara lain untuk diagnosis dan radiotherapy.
Selain itu tentu saja laboratorium di BATAN juga memanfaatkan zat radioaktif
dalam dalam eksperimennya. Sampai saat ini terdapat lebih dari 300
perusahaan atau institusi yang terdaftar sebagai pengguna zat radioaktif.
Pertanyaan kemudian adalah, akan dibawa kemana dan diapakan zat radioaktif yang
sudah tidak digunakan lagi? Jawabnya adalah dikirim ke Pusat Teknologi
Limbah Radioaktif dan mengalami proses yang dinamakan pengelolaan limbah radioaktif.
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran maka
tugas pengelolaan limbah radioaktif adalah tanggung jawab BATAN, dan dalam hal
ini dilaksanakan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR).
Jadi Pusat ini merupakan satu-satunya institusi di Indonesia yang wajib
mengelola limbah radioaktif. PTLR berdiri sejak tahun 1988 berlokasi di
kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang sekitar 30 km dari Jakarta, dan telah
mengelola limbah radioaktif dari kegiatan reaktor riset dan fasilitas
serta industri dan rumah sakit. Limbah radioaktif yang berasal dari
era sebelum 1988 tersimpan pula di pusat ini. Karena sifat radioaktif
yang tidak dapat dimusnahkan maka limbah radioaktif diproses dengan
prinsip-prinsip: diisolasi radiasinya dari pekerja, masyarakat dan lingkungan,
bila memungkinkan dikurangi volumenya (misalnya limbah cair dengan proses
penguapan, limbah padat dimampatkan) sehingga volume total limbah yang
dikelola selama ini di PTLR relatif kecil, dan dipadatkan serta diwadahi untuk
jangka waktu yang lama. Selama 50 tahun pemanfaatan zat radioaktif di
Indonesia, saat ini tersimpan sekitar 900 ton limbah di PTLR, bandingkan
misalnya dengan sampah perkotaan DKI Jakarta 6000 ton perhari atau limbah
industri konvensional yang dalam beberapa kasus mempunyai volume besar dan
tidak dikelola.
Penulis
: Prof. Dr. Djarot Sulistio Wisnubroto
Pada
saat ini menjabat sebagai Kepala BATAN
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH NUKLIR (RADIOAKTIF)
Kegiatan nuklir di Indonesia sudah dimulai sejak 1965 melalui
pengoperasian reactor training research and isotope production by general
atomic (Triga) di Pusat Penelitian Teknik Nuklir (PPTN) Bandung. Yang menjadi
permasalahan adalah limbah nuklir dari kegiatan tersebut. Pro kontra itu
berpeluang diminimalisasi bila pengelolaan limbah nuklir dilakukan secara
benar. Tujuan akhir adalah melindungi lingkungan dan masyarakat dari potensi
dampak radiologi limbah radioaktif, salah satunya adalah melalui operasi teknik
kimia. Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk meminimalkan dosis radiasi
yang diterima penduduk < 0,1 dosis radiasi maksimum. Batasan dosis radiasi
dari ICRP (International Commission for Radiation Protection) adalah semua
penduduk tidak akan menerima dosis rata-rata 1 rem perorang dalam 30 tahun dari
sampah nuklir.
Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif :
1.
Pengelolaan bertujuan untuk
memudahkan dalam penanganan selanjutnya. Limbah nuklir dipekatkan dan
dipadatkan yang pelaksanaannya dilakukan dalam wadah khusus untuk selanjutnya
disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini efektif untuk menangani
limbah nuklir cair yang mengandung zat radioaktif beraktivitas sedang dan atau
tinggi
2.
Penyimpanan sementara dan
pembuangan atau penyimpanan akhir/lestari. Limbah nuklir disimpan dan dibiarkan
meluruh dalam tempat penyimpanan khusus sampai aktivitasnya sama dengan
aktivitas zat radioaktif lingkungan. Cara ini efektif bila dipakai untuk
pengelolaan limbah nuklir cair atau padat yang beraktivitas rendah dan berwaktu
paruh pendek.
3.
Pengawasan pembuangan dan
monitoring lingkungan. Limbah nuklir diencerkan dan didispersikan ke
lingkungan. Cara ini efektif dalam pengelolaan limbah nuklir cair dan gas
beraktivitas rendah.
PRA OLAH
Pra
olah adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pengolahan agar limbah memenuhi
syarat untuk dikelola pada kegiatan pengelolaan berikutnya.
1.
Pengelompokan sesuai dengan
jenis dan sifatnya.
2.
Preparasi dan analisis terhadap
sifat kimia, fisika, dan serta kandungan radiokimia
3.
Menyiapkan wadah drum, plastik,
lembar identifikasi dan sarana lain yang diperlukan
4.
Pewadahan dalam drum 60, 100,
200 liter atau tempat yang sesuai
5.
Pengepakan untuk memudahkan
pengangkutan dan pengolahan
6.
Pengukuran dosis paparan
radiasi
7.
Pemberian label identifikasi
dan pengisian lembar formulir isian
8.
Pengeluaran dari hotcell
9.
Penempatan dalam kanister
sehingga memenuhi kriteria keselamatan pengangkutan.
SARANA DAN PRASARANA YANG
DIPAKAI DALAM KEGIATAN PRAOLAH
1.
Drum 60 liter/100 liter
2.
Plastik pelapis bagian dalam
drum
3.
Lembar identifikasi dan lembar
isian
4.
Alat monitor radiasi
5.
Alat pengepakan
6.
Kanister
7.
Sarana keselamatan kerja
PENGOLAHAN
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat. Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudah tidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat. Alat untuk proses evaporasi di sebut evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50. Hal ini berarti jika ada 50 m3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m3 konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m3 hanyalah berupa air destilat yang sudah tidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).
Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang Pemancar Beta dan Gamma
Pengolahan Limbah Radioaktif dengan PENUKAR ION (Ion Exchanger)
Faktor penting yang diperhatikan dalam pemilihan teknologi penukar ion antara lain :
Faktor penting yang diperhatikan dalam pemilihan teknologi penukar ion antara lain :
1.
Karekteristik limbah:Kandungan
padatan terlarut tidak melebihi 4 mg/L, kandungan garam kurang dari 2 g/L,
radionuklida hadir dalam bentuk ion, mengandung sedikit kontaminan organik, dan
mengandung sedikit senyawa pengoksidasi kuat.
2.
Pemilihan penukar ion dan
proses pengolahan: Penukar ion harus memiliki kecocokan dengan karakteristik
limbah (pH dan ion) selain temperatur dan tekanan.
DEFINISI
PENTING
1. Limbah
radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang
tidak dapat digunakan lagi.
2. Pengangkutan
limbah radioaktif adalah pemindahan limbah radioaktif dari suatu tempat ke
tempat lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan menggunakan sarana
angkutan darat, air atau udara.
3. Pengiriman
adalah suatu proses yang meliputi persiapan teknis dan administrasi yang
dilakukan oleh penimbul limbah, diikuti dengan pengangkutan hingga diterima
oleh PTLR.
4. Pengangkut
adalah orang atau badan yang melakukan pengangkutan limbah radioaktif.
5. Bungkusan
adalah pembungkus dengan isi limbah radioaktif didalamnya, yang disiapkan untuk
diangkut.
6. Pengirim
adalah orang atau badan yang menyiapkan pengiriman untuk pengangkutan limbah
radioaktif dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan;
7. Penerima
adalah PTLR yang menerima limbah radioaktif dari Pengirim dan dinyatakan dalam
dokumen pengangkutan.
8. Kecelakaan
radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi,
kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus
timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi, dan atau kontaminasi yang
melampaui batas keselamatan.
9. Badan
Pengawas adalah BAPETEN yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
KESIMPULAN
Dilihat dari kesiapan Negara Indonesia untuk mengolah limbah nuklir
(Zat-zat Radioaktifitas yang masih aktif) dan sudah tersedianya wilayah yang
digunakan untuk pengolahan limbah, maka sudah tidak ada lagi alasan
ketidaksiapan Indonesia untuk tidak mengolah limbah nuklir. Dengan kebijakan
Indonesia bersedia menampung limbah nuklir maka banyak manfaat yang diperoleh
Indonesia, diantaranya anggaran dana subsidi yang digunakan Indonesia untuk
pengolahan limbah zat Radioaktifitas di Indonesia maka akan dapat diperkecil
karena akan mendapatkan dana dari Negara yang mengolah limbah nuklir di
Indonesa. Sehingga subsidi yang seharusnya di gunakan akan dapat dilimpahkan ke
masyarakat kecil yang lebih membutuhkan. Selain itu juga dengan pengolahan
libah nuklir ini maka jika di Indonesia banyak energy yang tidak dapat
diperbaharui akan habis maka energy dari limbah nuklir ini dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energy yang terbaru. Di Indonesia belum tercatat terdapat kebocoran dari
pengolahan limbah zat-zat radioaktifitas ini jadi sudah dipastikan tenaga ahli
di Indonesia sudah mampu untuk mengolah limbah nuklir ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Tanya Jawab (Online). (http://www.batan.go.id/Tanya-Jawab-_-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.html,
diakses 18 Mei 2015).
Anonim. 2014. Alam Mengajarkan Cara Mengelola Limbah Radioaktif (Online). (http://www.batan.go.id/Alam-Mengajarkan-Cara-Mengelola-Limbah-Radioaktif-_-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.html,
diakses 18 Mei 2015).
Anonim. 2014. Mampukah Kita Mengelola Limbah Radioaktif ? (Online). (http://www.batan.go.id/Mampukah-Kita-Mengelola-Limbah-Radioaktif-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif.htm,
diakses 18 Mei 2015).
Anonim. 2014. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR-BATAN) (Online). (http://www.batan.go.id/Badan-Tenaga-Nuklir-Nasional-Pusat-Teknologi-Limbah-Radioaktif-PTLR-BATAN.htm,
diakses 18 Mei 2015).
Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar